Total Tampilan

Jumat, 05 Agustus 2011

Keanekaragaman Adat Wakatobi

Tarian adat khas Kabupaten Wakatobi, penampilan drum band yang tergabung dalam Lintas Nusantara Remaja dan Pemuda Bahari (LNRPB), dan marching band Pondok Pesantren Jawahirul Hikmah Tulung Agung (Jawa Timur) turut mewarnai launching Sail Wakatobi-Belitong 2011 yang berlangsung di Lapangan Wangiwangi Kabupaten Wakatobi, Sabtu (16/7).

Seperti itulah gambaran kegembiraan yang diperlihatkan masyarakat Wakatobi saat launching Sail Wakatobi-Belitong 2011.

Berbagai macam festival adat diperagakan dalam acara tersebut. Sebut saja tarian Sajo Moane. Tarian Sajo Moane ini merupakan tarian khas masyarakat kepulauan Wakatobi yang sejak turun temurun terpelihara, sebagai bentuk budaya yang hingga saat ini dilestarikan.

Tarian ini diperagakan oleh anak-anak belia dan remaja putra. Tarian Sajo Moane tersebut merupakan tarian yang mengungkapkan penyambutan tamu istimewa menurut adat masyarakat Wakatobi.

Seperti halnya di acara launching Sail Wakatobi-Belitong ini berbagai tamu dari beberapa Kementerian di Indonesia, Gubernur Sultra H Nur Alam, Angkatan Laut, SKPD lingkup pemerintah Provinsi, kabupaten/kota, anggota DPRD Provinsi Sultra serta Bupati Wakatobi Ir Hugua dan beberapa undangan turut disambut dengan tarian Sajo Moane.

Iring-iringan Lengko juga diperlihatkan dalam lauching kali ini. Iring-iringan Lengko Karya Moane ini sebagaimana petuah masyarakat Wakatobi mengungkapkan sebagai gambaran kegembiraan keluarga yang mengkhitan anaknya. Iring-iringan Lengko ini sebagai bentuk anak yang telah dewasa yang hendak dikhitan yang kemudian diiring-iringi ungkapan rasa kegembiraan terhadap anaknya yang telah memasuki masa dewasa.

Festival Kansodaa dilanjutkan pula dengan festival Kabuenga. Kansodaa yang dilanjutkan Kabuenga ini mempunyai makna sebagai pencarian jodoh atau kata lainnya pencarian pasangan. Di dalam Kansodaa remaja-remaja putri ini dipikul dengan menggunakan bahan-bahan yang telah dirangkai kemudian remaja putri yang seolah ratu ini duduk di atasnya, sedang beberapa orang lainnya memukul kentongan.

Sedang, di dalam Kabuenga sendiri sebuah lagu yang bernama Kadandio. Kabuenga yang berisikan Kadandio ini agar pemuda-pemudi yang telah jatuh hati terhadap pasangannya tidak melanggar aturan baik norma agama, adat, serta aturan-aturan yang telah ditetapkan pemerintah saat ini, sedangkan Kadandio berisi permohonan restu kepada kedua orang tua.

Kabuenga sendiri ditandai dengan ayunan yang telah dibuat untuk mencari pasangan hidup. Dalam launching Sail Wakatobi-Belitong ini nampak Menteri Kelautan dan Perikanan Ir Fadel Muhammad yang juga mencoba Kabuenga (Ayunan, red).

Dari beberapa festival adat yang diperagakan itu, menggambarkan bahwa masyarakat Wakatobi sebagai masyarakat yang Islami, berbudaya, serta masyarakat yang memiliki rasa kebersamaan yang tinggi.

Tidak hanya festival adat, di pengujung acara tak ketinggalan penampilan drum band peserta Lintas Nusantara Remaja dan Pemuda Bahari . Drum band LNRPB ini diselingi dengan peragaan marching band oleh remaja-remaja putri asal Pondok Pesantren Jawahirul Hikmah Tulung Agung.P2/B/DUL

Pemahaman Budaya Wakatobi


Menghadapi beberapa minggu ke depan yang tidak menentu, dimana masyarakat Wakatobi akan menentukan pemimpinnya di masa depan, maka diperlukan suatu perenungan tentang esensi kebudayaan Wakatobi. Kebudayaan yang telah menjadi identitas masyarakat Wakatobi.

Masyarakat Wakatobi sebagai salah satu wilayah barata dalam Kesultanan Buton, tentunya memiliki nilai-nilai budaya yang mendukung pengembangan Wakatobi di masa depan. Dalam hubungannya dengan itu, Wakatobi memiliki konsep Kangkilo/kabusa yaitu konsep dasar peletakan identitas islam yang dimodifikasi dalam kebudayaan buton.

Dalam kontes itu, masyarakat Wakatobi memiliki konsep kesucian lahir dan batin. suci niat dan suci tubuh sehingga segala langkah dan perbuatan kita berada dalam ranah kesucian (keilahian). Suci niat artinya, jangan pernah berpikir untuk merusak atau merugikan orang lain, misalnya mengambil hak orang lain, mengecewakan orang lain, dan segala hal yang merusak niat kita, mengotorinya.

Karena niat yang dibentuk oleh pikiran dan jiwa manusia senantiasa di jaga pada posisi netral, (fitrah). sedangkan suci fisik (tubuh) senantiasa masyarakat Wakatobi harus menjaga dua hal, pertama adalah menjaga berbagai hal yang akan masuk ke dalam tubuhnya, (makan, minum) apakah halal atau tidak? suci atau tidak, dan kedua, apakah yang dia lakukan atau berikan baik dalam bentuk kata-kata juga suci atau tidak? apakah merusak atau mengganggu manusia dan alam atau tidak? sesuai dengan anjuran Ilahi atau tidak?

Ini merupakan landasan kebudayaan Buton yang dibutuhkan untuk menghadapi masa-masa yang tidak menentu di Wakatobi beberapa minggu ke depan. Sehubungan dengan itu, masyarakat Wakatobi sudah saatnya untuk merenungi kembali, apakah masyarakat Wakatobi menginginkan seorang tokoh yang dapat menjaga kebudayaannya, sehingga dalam berpolitikpun harus memperhatikan aspek-aspek niat dan tingkah laku dari calon bupati dan wakil bupati di masa depan, karena itu, akan banyak berpangaruh dalam masa depan pembangunan Wakatobi lima tahun ke depan.

Oleh karena itu, diharapkan masyarakat Wakatobi juga harus menggunakan kriteria budaya dalam memilih calon bupati dan wakil bupati di masa depan. Apakah selama perjalanan seorang calon, penuh dengan nilai-nilai budaya? Apakah pemikiran dan tingkah laku calon bupati dan Wakil bupati telah memenuhi standar dasar budaya masyarakat wakatobi?
Tentunya, tidak ada calon yang sesuci nabi, karena mereka manusia, tetapi jika masyarakat wakatobi mau menjadikan Wakatobi menjadi salah satu negeri yang diperhitungkan di dunia Internasional, maka indikatior dasar kebudayaaan itu harus diperhitungkan dalam pemilihan di masa depan.

Apakah calon bupati itu, masih mementingkan harta? Jika mereka masih terlalu cinta pada harta, maka itu adalah pemimpin itu pasti serakah. Jika mementingka diri dan keluarganya? maka pasti akan korupsi, jika mementingka kampung halamannya? maka ia pasti nepotisme dan jika mereka sudah mementingka hukum? maka akan ada keadilana, dan jika mereka mementingkan agamanya? maka akan melahirkan kedamaian, kesejahteraan, karena Islam adalah rahmatan lilalamin.

Kiranya, nilai-nilai kesucian merupakan indikaator dalam memutuskan siapa yang akan menjadi pemimpin Wakatobi di masa depan.

Sejarah Wakatobi


Kabupaten Wakatobi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Wangi-Wangi, dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2003, tanggal 18 Desember 2003. Luas wilayahnya adalah 823 km² dan pada tahun 2003 berpenduduk 91.497 jiwa, terdiri dari laki-laki 44.843 jiwa dan perempuan 46.654 jiwa.

Wakatobi juga merupakan nama kawasan taman nasional yang ditetapkan pada tahun 1996, dengan luas keseluruhan 1,39 juta hektare, menyangkut keanekaragaman hayati laut, skala dan kondisi karang yang menempati salah satu posisi prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia.

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Wakatobi berdasarkan harga berlaku pada tahun 2003 sebesar Rp. 179.774,04,- juta, sedikit lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp. 160.473,67,- juta. Berdasarkan harga berlaku, PDRB per kapita Kabupaten Wakatobi pada tahun 2002 adalah sebesar Rp. 1.833.775,23,- menjadi Rp. 2.026.993,35,- pada tahun 2003 atau naik sebesar 10,54%.

Keadaan wilayah

Letak

Kabupaten Wakatobi berbentuk kepulauan dan terletak di tenggara Pulau Sulawesi. Secara astronomis, Kabupaten Wakatobi berada di selatan garis khatulistiwa, membujur dari 5,00º sampai 6,25º Lintang Selatan (sepanjang ± 160 km) dan melintang dari 123,34º sampai 124.64º Bujur Timur (sepanjang ± 120 km).

Luas

Luas wilayah daratan Kabupaten Wakatobi adalah ± 823 km², sedangkan wilayah perairan lautnya diperkirakan seluas ± 18.377,31 km².

Batas wilayah

Utara Kabupaten Buton dan Kabupaten Buton Utara
Selatan Laut Flores
Barat Kabupaten Buton
Timur Laut Banda

Iklim

Kabupaten Wakatobi sama seperti daerah–daerah lain di Indonesia mengalami dua musim, yakni musim hujan dan musim kemarau. Wilayah daratan Kabupaten Wakatobi umumnya memiliki ketinggian di bawah 1.000 meter dari permukaan laut dan berada di sekitar daerah khatulistiwa, sehingga daerah ini beriklim tropika.

Pembagian administratif

  1. Kecamatan Binongko
  2. Kecamatan Kaledupa
  3. Kecamatan Kaledupa Selatan
  4. Kecamatan Togo Binongko
  5. Kecamatan Tomia
  6. Kecamatan Tomia Timur
  7. Kecamatan Wangi-Wangi
  8. Kecamatan Wangi-Wangi Selatan